Menyukai Orang yang Menikahiku

Published by

on


MasyaAllah Tabarakallah,

Judul ini tertulis pada tahun 2020, tapi ternyata draftnya masih kosong. Sungguh penundaan yang begitu lama hingga di tahun 2022 pun baru mengetikkan beberapa kata di postingan ini.

Ok, kurasa aku tetap akan melanjutkan isinya dari postingan yang berjudul “Menyukai Orang yang Menikahiku” ini. Mungkin versi aku di 2022 ya. hehe

Menyukai, ada rasa suka, terhadap orang yang sudah menikahiku.

Apalagi ketika memasuki masa kehamilan kedua ini, gak habis – habisnya bucinku setiap hari padanya. Sungguh, sampai merasa bahwa kenapa perasaanku seperti semakin mendalam? Ada apakah ini? Tapi yang jelas, Allah lah yang memberikan perasaan ini padaku, supaya kami merasa terpaut hatinya. Saling merasakan ketenangan dan kebahagiaan bersama, walaupun tidak memungkiri bahwa setiap hari pasti ada kesulitan yang harus kami lewati. Pasti ada susah, duka bersama, pun kebahagiaan bersama.

Orang yang menikahiku bukan orang yang perfect. Dia orang biasa yang bertemu denganku yang orang biasa pula. Namun kami benar – benar mengusahakan untuk tetap saling suka entah sampai kapan nanti. Selama kami masih bersama, selagi ada waktu dan kesempatan yang Allah berikan kepada kami. Masing – masing dari kami punya banyak kekurangan, namun kami dari awal selalu menekankan bahwa kami berdua bersama dalam proses belajar yang panjang. Belajar untuk saling mengerti, belajar berkomunikasi, belajar untuk saling tidak sepakat jika ada hal yang tak bisa kami sepakati bersama, saling terbuka, dan belajar tarik ulur.

Tidak banyak ekspektasi kami, cukuplah semoga apa yang kami rasakan selama ini membuat Allah ridlo kepada kami. Hingga di akhirat kelak, Allah tetap mempersatukan kami di Jannah-Nya bersama anak – anak kami, cucu – cucu kami. Aamiin.

Menyukai orang yang menikahiku, ini adalah sebuah pilihan bagiku untuk membangun cinta bersamanya. Pernikahan yang masih berumur 3 tahun ini membuat kami semakin mendewasa. Kami menyadari bahwa ternyata pernikahan yang kami lalui ini benar – benar membuat pikiran dan hati kami semakin terbuka dengan hal – hal yang awalnya tidak kami pikirkan dalam – dalam. Kami belajar untuk bisa hidup layak, bisa mandiri, dan bisa mengambil keputusan bijaksana. Menahan ego, amarah, dan mengelola hati serta pikiran kami. Mungkin di titik inilah, pernikahan seperti mendewasakan manusia seutuhnya jika manusia tersebut mau belajar dan memahami prosesnya.

Ada orang mengatakan bahwa menikah bukan untuk bahagia. Betul memang, karena dalam pernikahan tidak mendapatkan kebahagiaan saja, melainkan ada kesusahan, keruwetan pikiran, keabsurdan, dan hal – hal yang tidak enak lainnya. Tuh kan, aku jadi malah membahas pernikahan ya… ya udah gapapa lah ya.. just sharing saja semoga bisa diambil manfaatnya.

Menyukai orang yang menikahiku, ternyata se-excited itu. Bahwa dialah yang membuat hati ini porak – poranda ketika awal – awal menikah. Mulai dari hal mendasar sampai hal – hal yang jauh ke depan dia uraikan dengan sangat tertata. Yang membuatku menangis dan bahkan sampai meratapi diri, “Kenapa aku begitu bodohnya? Kenapa aku begitu sulit untuk mengutarakan apa yang ingin aku capai?” Berbulan – bulan bahkan hampir 2 tahun untuk memikirkan itu semua. Membaca buku yang ia PR-kan buatku, supaya diriku memahami apa yang sebenarnya ia ajarkan selama ini. Sungguh bersamanya membuatku harus belajar sangat keras, menahan ego dan malasku, untuk menemukan apa yang dia maksud selama ini.

Dia berkata di awal pernikahan dulu, “Ayo kita bersama – sama saling tarik – menarik, maju bareng, dan tidak tertinggal satu sama lain.” Syaratnya ya harus mau belajar bersama – sama. Mau komunikasi dengan lebih terbuka agar tidak saling meninggalkan.

Menyukai orang yang menikahiku, memang sepaket. Kelebihan dan kekurangannya ada dalam paket yang sama. Gak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Ibarat satu koin ada gambar dan angka, gak bisa dipisah bukan? Ya, begitulah menyukai dan mencintai seseorang.

Menyukai orang yang mencintaiku, bukanlah karena dia tipe romantis seperti di drama – drama Korea. Namun jika ia ingin memberiku bunga, cukup fotonya saja. Karena dia tak berani memetiknya. Serius, ada suatu kali ia tetiba memberikan pesan WhatsApp yang berisi gambar bunga di tepi gang menuju kontrakan. Bunga pink kecil – kecil, yang akupun tak tahu nama bunganya. Itulah pertama kalinya ia memberikan bunga walaupun dalam bentuk foto. Selain itu, ia hanya menitipkan ATM keluarga, ATM Bank keduanya, dan membiarkanku mengetahui semua PIN dan isi saldonya ^;^ .

bunga-pink-di-tepi-jalan
Bunga Pink di tepi jalan yang difoto oleh suami.

Menyukai orang yang mencintaiku, bukan karena dia kaya. Kita sama – sama dari nol. Sekarang aku pun masih nol, dia yang udah cukup naik setahap demi setahap. Allah lah yang memberi kami rezeki, tidak akan habis rezeki kami sampai Allah mematikan kami. Kami hanya berusaha bersama, usahanya belajar di programming benar – benar karena ia harus mencari nafkah untuk anak istri, usahaku belajar di desain dan coding pun untuk bisa membantunya kelak. Memang proses belajarku lambat, tapi aku yakin suatu saat bisa selalu mendukungnya di bidang yang kami geluti bersama. Sambil belajar juga merawat calon buah hati kami nantinya. Aamiin…

Dan inilah akhir dari post-ku hari ini, semoga bisa membuatku lega dengan banyaknya kata – kata yang telah tertuliskan di sini. Maaf jika teman – teman pembaca bosan dengan gaya bahasaku ini ya. Atau mungkin menganggap tulisan ini terlalu lebay, skip saja gapapa. Cukup bagiku bahagia untuk bisa meluapkan rasa di ruang Mozaik Birumuda-ku ini.

Sampai jumpa di next post. Bye bye

Leave a comment